31 Oktober 2008

LATIHAN KADERISASI I


Komisariat Produksi, HMI Koorkom APP akan menyelenggaran Latihan Kaderisasi I pada:

Hari : Rabu - Minggu
Tanggal : 19 - 23 November 2008
Tempat : Villa 76 (Mas Iwan) Jl. Taman safari, Cisarua, Bogor.(Sebelum Pintu Masuk Taman Safari, belok kiri nyebrang kali)
Peserta : 60 orang

Acara Khusus Temu Alumni HMI APP:

Hari : Sabtu
Tanggal : 22 November 2008
Tempat : Villa 76 (Mas Iwan), Jl. Taman safari, Cisarua, Bogor. (Sebelum Pintu Masuk Taman Safari, belok kiri nyebrang kali)
Special Speacker: Kanda Thomik Armawan (Ketua IKA APP)
Topic : Membangun Keunggulan Kader HMI APP

Untuk itu kami mengundang kanda/ yunda Alumni HMI APP dan Keluarga Besar Alumni HMI dimanapun berada untuk hadir pada acara tersebut.

Bagi Kanda/ Yunda yang memerlukan informasi dapat menghubungi:

1. Wisnu - Tlp. 021-9924-4724/ 0856-9191-9876
2. Kresna - Tlp. 0857-1052-6561
3. Irawan - Tlp. 0852-8115-9332

30 Oktober 2008

Komplain WANITA (diantaranya..)



Kaum feminis bilang susah jadi wanita, lihat saja peraturan dibawah ini:

1. Wanita auratnya lebih susah dijaga (lebih banyak) dibanding lelaki.
2. Wanita perlu meminta izin dari suaminya apabila mau keluar rumah tetapi tidak sebaliknya.
3. Wanita saksinya (apabila menjadi saksi) kurang berbanding lelaki.
4. Wanita menerima warisan lebih sedikit daripada lelaki.
5. Wanita perlu menghadapi kesusahan mengandung Dan melahirkan anak.
6. Wanita wajib taat kepada suaminya, sementara suami tak perlu taat pada isterinya.
7. Talak terletak di tangan suami Dan bukan isteri.
8. Wanita kurang dalam beribadat karena adanya masalah haid Dan nifas yang tak Ada pada lelaki.

Itu sebabnya mereka tidak henti-hentinya berpromosi untuk "MEMERDEKAKAN WANITA".

Pernahkah Kita lihat sebaliknya (kenyataannya) ?
1. Benda yang Mahal harganya akan dijaga Dan dibelai serta disimpan ditempat yang teraman Dan terbaik. Sudah pasti intan permata tidak Akan dibiar terserak bukan? Itulah bandingannya dengan seorang wanita.

2. Wanita perlu taat kepada suami, tetapi tahukah lelaki wajib taat kepada ibunya 3 kali lebih utama daripada kepada bapaknya?

3. Wanita menerima warisan lebih sedikit daripada lelaki, tetapi tahukah harta itu menjadi milik pribadinya Dan tidak perlu diserahkan kepada suaminya, sementara apabila lelaki menerima warisan,IA perlu/wajib juga menggunakan hartanya untuk isteri Dan anak-anak.

4. Wanita perlu bersusah payah mengandung Dan melahirkan anak,tetapi tahukah bahwa setiap saat dia didoakan oleh segala makhluk, malaikat dan seluruh makhluk ALLAH di muka bumi ini, Dan tahukah jika ia mati karena melahirkan adalah syahid Dan surga menantinya.

5. Di akhirat kelak, seorang lelaki akan dipertanggungjawabkan terhadap! 4 wanita, yaitu : Isterinya, ibunya, anak perempuannya dan saudara perempuannya. Artinya, bagi seorang wanita tanggung jawab terhadapnya ditanggung oleh 4 orang lelaki,yaitu : suaminya, ayahnya, anak lelakinya Dan saudara lelakinya.

6. Seorang wanita boleh memasuki pintu syurga melalui pintu surga yangmana saja yang disukainya, cukup dengan 4 syarat saja, yaitu: sholat 5 waktu, puasa di bulan Ramadhan, taat kepada suaminya dan menjaga kehormatannya.

7. Seorang lelaki wajib berjihad fisabilillah, sementara bagi wanita jika taat akan suaminya, serta menunaikan tanggungjawabnya kepada ALLAH, maka ia akan turut menerima pahala setara seperti pahala orang pergi berjihad fisabilillah tanpa perlu mengangkat senjata.

Masya ALLAH ! Demikian sayangnya ALLAH pada wanita
Ingat firman Nya, bahwa mereka (kaum kuffar) tidak akan berhenti melakukan segala
upaya, sampai Kita ikut / tunduk kepada cara-cara / peraturan buatan mereka. (emansipasi Ala western)

Yakinlah, bahwa sebagai dzat yang Maha Pencipta, yang menciptakan kita, maka sudah pasti Ia yang Maha Tahu akan manusia, sehingga segala hukumnya / peraturannya, adalah YANG TERBAIK bagi manusia dibandingkan dengan segala peraturan/hukum buatan manusia.

Jagalah isterimu (kelak bagi yang belum nikah)karena dia perhiasan, pakaian dan ladangmu, sebagaimana Rasulullah pernah mengajarkan agar Kita (kaum lelaki) berbuat baik selalu (gently) terhadap isterimu.

Adalah sabda Rasulullah bahwa ketika kita memiliki dua atau lebih anak perempuan, mampu menjaga Dan mengantarkannya menjadi muslimah yang baik, maka surga adalah jaminannya. (untuk anak laki2 berlaku kaidah yang berbeda).

Berbahagialah wahai para muslimah. Jangan risau hanya untuk apresiasi absurd Dan semu di dunia ini. Tunaikan Dan tegakkan kewajiban agamamu, niscaya surga menantimu.

22 Oktober 2008

Halal Bi Halal APP 1429H





Ini adalah perhelatan rutin tahunan yang diselenggarakan pihak Akademi, namun meski rutin peyelenggaraannya, tahun ini terkesan kurang persiapan, baik dari sistem informasinya maupun acara yang terkesan 'DADAKAN', seperti pendaulatan pembawa "Doa" dan "Qori" untuk tilawah...

Untung saja ada Ketua HMI Koorkom APP (sdr. Kresna M Fauzi) yang bisa cepat diminta jadi Qori dadakan dan Kanda Zaenal Arifin (mantan Ketua Koorkom HMI APP tahun 1981). Itulah kader, harus siap untuk kebajikan setiap saat.

Hadir Ketua IKA APP (Kanda Thomik Armawan) beserta beberapa Dewan Penasehat dan Pengurus IKA APP lainnya. tapi sayang tidak tampak pengurus LEM/ LLM/ Senat maupun UKM-nya. Selebihnya, Halal Bihalal ini pun lebih mirip reunian... dan memang begitulah kira-kira sepertinya motivasi yang hadir.

Semoga REUNI KELURAGA BESAR APP melalui acara Halal Bihalal tahun depan lebih baik dan besar lagi.

16 Oktober 2008

Kematian HMI


HMI, Umat Islam, dan The End of History?

Ditulis oleh Akral Ghiffary


HMI tak punya pilihan lain, ia harus sedemikian rupa menunjukkan kalau dirinya bersih, terhormat, dan bermoral tinggi. Bahwa HMI tidak pernah mengajarkan kader-kadernya untuk jadi penjahat, maling, koruptor, dan sejenisnya. Hal ini penting agar HMI tidak mengalami—meminjam Francis Fukuyama—the end of history.

Usia Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) yang ke-58 menegaskan bahwa organisasi mahasiswa yang didirikan Lafran Pane di Yogyakarta pada 5 Februari 1947 silam, kian memasuki masa-masa (proses) pematangan. Proses tersebut terutama dari segi penguatan internal organisasi dan perkaderan, serta penyikapan terhadap realitas keumatan. Dari sisi prestasi dan kesejarahan, HMI adalah organisasi kemahasiswaan yang telah berbuat banyak bagi kemajuan bangsa.
Tak salah kalau Jenderal Soedirman menyebut HMI sebagai “Harapan Masyarakat Indonesia”. Namun tak dapat disangkal pula kalau HMI—meminjam Nurcholis Madjid (Cak Nur)—turut menghancurkan dan memperpuruk kehidupan bangsa.

Tidak sedikit dari alumni-alumni HMI yang terlibat dalam kasus-kasus korupsi (baik yang masih bebas berkeliaran, maupun yang sudah dihukum). Sehingga sangat beralasan kalau Cak Nur (Ketua Umum PB HMI dua periode, 1966-1971) berpendapat, “akan lebih baik jika HMI dibubarkan saja”.

Cak Nur mungkin benar, tetapi harus diingat bahwa masih banyak (juga) alumni-alumni HMI yang tetap konsisten dan idealis, seperti halnya Cak Nur sendiri.

Sejarah HMI tidak bisa dilepaskan dari perseteruan besar yang pernah terjadi di tubuh HMI. Perpecahan HMI tahun 1986, melahirkan dualisme kepengurusan di tubuh HMI: HMI-Majelis Penyelamat Organisasi (HMI-MPO) dan HMI yang bermarkas di jalan Diponegoro (HMI-Dipo).

HMI-MPO mempertahankan asas Islam, sementasa HMI-Dipo menerima asas tunggal Pancasila, yang dipaksakan oleh Soeharto lewat UU Keormasan pada 1985. Hingga berakhirnya rezim Soeharto, HMI-MPO adalah satu-satunya organisasi yang tetap menentang pemberlakukan asas tunggal Pancasila.

Setelah pencabutan asas tunggal Pancasila di zaman reformasi, seluruh organisasi yang pernah mengubah asasnya atas tekanan Soeharto, kembali kepada asasnya yag semula, termasuk dua organisasi massa Islam terbesar, NU dan Muhammadiyah.

HMI-Dipo sendiri mengganti asas Pancasila dan kembali memberlakukan asas Islam pada Kongres Yogyakarta, tahun 2000. Sikap HMI-MPO yang menentang pemberlakuan asas tunggal Pancasila, dapat dinilai sebagai bagian dari tradisi (ajaran) perlawanan kaum Muslimin (meskipun minoritas) atas kekuasaan yang tiranik, otoriter, korup, dan zalim. Maka, kemenangan HMI-MPO mempertahankan asas Islam adalah juga kemenangan umat Islam secara keseluruhan.

Hal yang patut disyukuri bersama terhadap dualisme kepengurusan di HMI adalah, aktivitas kedua “saudara kandung” yang tetap dapat berjalan secara berdampingan, saling menghargai, harmonis, dan tanpa konflik “berdarah”.

Mungkin pernah terjadi clash, namun tidak sampai membahayakan. Bahkan belakangan antar keduanya kerap menjalin koalisi gerakan dan saling mengundang dalam pertemuan-pertemuan.

Pilihan HMI-MPO untuk “berhadap-hadapan” dengan rezim Orba, mau tidak mau menempatkannya pada posisi pinggiran (peripheral) sebagai organisasi underground. Kendati demikian, hal tersebut lalu membentuk karakteristik gerakan HMI-MPO yang cukup khas.

Ada tiga kawasan strategis yang menjadi tipologi besar gerakan HMI-MPO: Pertama, gerakan moral-politik yang terkonsentrasi di Jakarta. Kedua, gerakan berbasis moralitas Islam-politik yang menonjolkan nilai-nilai usuliyah, tersentralisasi di Makassar dan sekitarnya. Ketiga, gerakan intelektualisme yang berkembang di kawasan Yogyakarta (Ismatillah A Nu’ad, Republika, 20/08/03).

***

HMI harus (tetap) mampu memposisikan dirinya sebagai “the creative minority” (minoritas yang kreatif), setelah—mengutip Hikmat Budiman (1997)—perpaduan rasionalitas instrumental ilmu pengetahuan modern dan kapitalisme telah dipercaya melakukan sebuah mekanisme “penghancuran kreatif” (creative destruction).

Dalam arus instrumentalisme, kapitalisme, dan birokratisme, kreativitas berperan terutama sebagai alat picu gasasan dan paradigma alternatif. HMI jangan berpikir untuk memformat kader-kadernya yang outputnya satu model (style) saja, sebab hal demikian (tidak lain) merupakan “pemasungan kreativitas” kader.

HMI seharusnya hanya berkepentingan sebagai wadah yang selanjutnya mendorong pengembangan potensi-potensi setiap kadernya, (tentu) dengan tetap bersandar pada nilai dan cita-cita Islam.

Pada saat yang sama, HMI harus konsisten sebagai gerakan intelektual. Ketika menjejak dunia politik, HMI harus memerankan "politik intelektual" dan bukan “politik praktis”. Pecahnya beberapa kelompok-kelompok independen, lebih karena mereka bermain di wilayah praktis, bukan di wilayah intelektual.

Jika HMI tidak ingin terbelah-belah lagi, maka ia harus pandai bermain di wilayah intelektual. Sebagai gerakan intelektual, HMI harus berpihak kepada kebenaran (hanief), kepada kaum yang lemah dan terpinggirkan (mustadh’afien)—sehingga mereka mendapat posisi tawar (bargaining position) yang kuat dalam menentukan arah kebijakan negara agar berpihak kepada mereka.

Edward W. Said mengatakan, intelektual itu melakukan speaking truth to power (berbicara benar kepada kekuasaan). Ketika HMI menganggap diri gerakan intelektual, maka ia harus berani untuk melakukan hal yang sama, berbicara benar kepada kekuasaan.

Kurun 58 tahun keberadaannya, HMI harus sudah melakukan evaluasi yang benar-benar mendalam, serta sedapat mungkin (juga) melakukan penyegaran organisasi. Azyumardi Azra (1999) berpendapat, “Jika HMI ingin tetap memposisikan diri sebagai salah satu pembawa bendera terdepan di kalangan kaum muda dan mahasiswa Muslim, agaknya sudah waktunya bagi HMI untuk melakukan reassessment menyeluruh atas dirinya secara jujur. Tanpa keberanian “menguliti” diri, ... perlahan tapi pasti, HMI akan semakin kehilangan relevansinya, dan akhirnya menjadi organisasi marjinal belaka”. Bukankah kita dapat melihat bahwa di beberapa kampus-kampus besar, seperti UI, UGM, ITB, IPB, HMI sudah tidak lagi menarik bagi mahasiswa?

***

Bangunan “pemerintahan mahasiswa” (student government) di kampus-kampus, kian kehilangan taring dan nilai tawar (bargaining position) dalam menghadapi realitas dunia kampus dan situasi sosio-politik.

Pasca-Orba, proses demokratisasi terus dilakukan—meskipun mengalami pembusukan dan pengerdilan. Rezim yang berkuasa tidak lagi se-otoriter Soeharto. Kran kebebasan berpendapat dan berekspresi dibuka selebar mungkin.

Namun, gerakan mahasiswa sendiri terlihat gamang menghadapi situasi yang ada. Mungkin ada kaitannya dengan sistem pengkaderan di kalangan gerakan mahasiswa yang sejak awal memang diformat sedemikian rupa untuk “memusuhi negara”, lalu menjadi bingung ketika rezim—meskipun tetap jahat dan kejam (?)—tidak lagi “sejahat” dan “sekejam” Soeharto. Rupanya gerakan mahasiswa dituntut untuk dapat menemukan model-model gerakan yang tepat.

Di kampus sendiri, gerakan mahasiswa harus menghadapi (paling tidak) dua hal, yaitu: Pertama, kultur akademik yang kian tidak memberi ruang kepada mahasiswa untuk menggembleng diri di organisasi kemahasiswaan.

Kedua, serangan budaya pop (pop culture) yang kian menghempaskan (menegasikan) sisi-sisi heroisme, perlawanan, (dan mungkin juga) idealisme mahasiswa. Kedua hal ini tentu saja (juga) dihadapi oleh HMI. Jika tidak ingin kehilangan pengaruh di kampus-kampus, maka HMI sebaiknya melakukan context of interpretation terhadap model-model gerakannya.

Sementara itu, HMI juga perlu menyadari bahwa sudah terjadi semacam pembusukan kultural di masyarakat (dan mahasiswa), terkait kasus-kasus hukum yang melibatkan alumni-alumni HMI.

HMI tak punya pilihan lain, ia harus sedemikian rupa menunjukkan kalau dirinya bersih, terhormat, dan bermoral tinggi. Bahwa HMI tidak pernah mengajarkan kader-kadernya untuk jadi penjahat, maling, koruptor, dan sejenisnya. Hal ini penting agar HMI tidak mengalami—meminjam Francis Fukuyama—the end of history.

*Penulis adalah Pemerhati Himpunan Mahasiswa Islam
(sumber www.hmikotaro.or.id)

Arti LAMBANG HMI


1.Bentuk huruf alif: sebagai huruf hidup, melambangkan rasa optimisme bagi kelangsungan hidup HMI pada masa depan;

2.Huruf alif merupakan angka 1 (satu): simbol kehidupan ber-Tauhid (perasaan ber-Ketuhanan, sebagai dasar / dan semangat HMI;

3.Bentuk perisai: lambang kepeloporan HMI;

4.Bentuk jantung: sebagai pusat kehidupan manusia, melambangkan fungsi perkaderan HMI;

5.Bentuk pena: melambangkan HMI organisasi mahasiswa yang senantiasa haus akan ilmu pengetahuan, teknologi, dan informasi;

6.Gambar bulan bintang: lambang kejayaan umat Islam seluruh dunia;

7.Warna hijau: lambang keimanan, keislaman, dan kemakmuran;

8.Lambang hitam: lambang ilmu pengetahuan;

9.Keseimbangan warna hijau dan hitam: lambang keseimbangan, esensi, dan kepribadian HMI;

10.Warna putih: lambang kemurnian dan kesucian perjuangan HMI.

11.Puncak tiga: lambang Iman, Islam, dan Ikhsan, serta wujud keterpaduan antara iman, ilmu, dan amal; dan

12.Tulisan HMI: singkatan dari Himpunan Mahasiswa Islam.